PERAN DAN FUNGSI PARTAI POLITIK
INDONESIA
SISTEM POLITIK INDONESIA
DISUSUN OLEH:
Qomaria Anum (110906001)
Mujahid Widian Saragih ( 110906003)
Alamanda Cathartica (110906007)
Sayed Dauly (110906012)
Rezika Zahara Puteri Siregar (110906020)
Anugrah Sarumaha (110906048)
Nota Patrit K Halawa (110906052)
Ilmu Politik
Fakultas
Ilmu Sosial Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara
Kata pengantar
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa atas berkat rahmat dan karunia-Nya makalah ini dapat diselesaikan dengan
baik dan sesuai dengan apa yang diharapkan.
Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas pada mata
kuliah Sistem Politik Indonesia di departemen ilmu politik, Fakultas Ilmu
Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera utara dan untuk menambah pengetahuan
kami mengenai pengertian dan fungsi partai politik saat ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik yang
membangun dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
dapat memberi manfaat bagi pembaca. Dan penulis ucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang telah berpartisipasi dalam membantu menyelesaikan makalah ini.
Khususnya kepada dosen dan staf pembantu mata kuliah Sistem Politik Indonesia
yang telah membimbing penulis yaitu bapak/Ibu:
1.
Drs. Zakaria.
2.
Faisal Andri Marhawa
3.
Adelita Lubis
Daftar
isi
KATA
PENGANTAR ii
DAFTAR
ISI iii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah 1
1.2 Rumusan Masalah 2
BAB
II PEMBAHASAN
2.1 Defenisi Partai politik 3
2.2 Fungsi Partai Politik 4
2.2.1
Fungsi di Negara Demokrasi 4
2.2.2
Fungsi di Negara Otoriter 7
2.2.3 Fungsi di Negara-negara
Berkembang 7
2.3 Tipologi Partai Politik 8
2.3.1. Asas dan
Orientasi 8
2.3.2 Komposisi dan
Fungsi Anggota 9
2.3.3. Basis Sosial dan
Tujuan 10
2.4 Klasifikasi Sistem Kepartaian
2.4.1 Sistem
Partai-Tunggal 10
2.4.2 Sistem Dwi-Partai 10
2.4.3 Sistem
Multi-Partai 10
2.5 Analisis Konflik 10
BAB III PENUTUP
a. Penutup 12
b. Kesimpulan 12
Daftar
Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Partai politik merupakan sarana bagi warga negara untuk
turut serta atau berpartisipasi dalam proses pengelolaan negara. Dewasa ini
partai politik sudah sangat akrab di lingkungan kita. Sebagai lembaga politik,
partai bukan sesuatu yang sendirinya ada. Kelahirannya mempunyai sejarah cukup
panjang, meskipun juga belum cukup tua. Bisa dikatakan partai politik merupakn
organisasi yang baru dalam kehidupan manusia, jauh lebih muda dibandingkan
dengan organisasi negara. Dan ia baru ada di negara moderen.
Partai
politik berfungsi sebagai pemberi wadah dari hak yang dimiliki oleh setiap
warga negara untuk berserikat atau berkumpul. Dengan wadah itu, maka apa yang
menjadi nilai keyakinan dan tujuan sekelompok warga negara dapat mereka
perjuangkan lebih sistematis dan dijamin oleh hukum ( sudarsono, 2005 : 164).
Seperti dalam UU pasal 28 E ayat 3 yakni jaminan kemerdekaan berserikat partai
politik dibentuk juga sebagai saluran aspirasi mereka melalui partai politiknya.
Jika masyarakat merasa ketidakpuasan pada partai politik tersebut maka mereka
akan membuat partai lokal seperti yang terjadi pada tahun 2006 di Aceh
didirikan PRA (Partai Rakyat Aceh). Partai politik menjadi salah satu pilihan
masyarakat dalam memperjuangkan aspirasinya.
Sebagai subyek penelitian ilmiah, partai politik tergolong
relatif muda. Baru pada awal abad ke-20 studi mengenai masalah ini dimula.
Sarjana-sarjana yang berjasa mempelopori antara lain adalah M.
Ostrogorsky(1902), Robert Michels(1911), Maurice Duverger(1951), dan sigmound
Neumann(1956). Setelah itu, beberapa sarjana behavioralis, seperti Joseph
Lapalombara dan Mayron Weiner, secara khusus meneropong masalah partai dalam
hubungan nya dengan pembangunan politik. Dari hasil sarjana-sarjana ini nampak
adanya usaha serius kearah penyusunan suatu teori yang kompherensip
(menyeluruh) mengenai partai politik. Akan tetapi, sampai pada waktu itu, hasil
yang dicapai masih jauh dari sempurna, bahkan bisa dikatakan tertinggal, bila
dibandingka dengan penelitian penelitian bidang lain di dalam ilmu politik.
1.2 Perumusan Masalah
1. Apakah pengertian partai politik?
2. Apakah fungsi-fungsi partai
politik?
3.Analisis konflik terhadap Partai Politik?
4. Bagaimanakah saran dan kesimpulan partai politik menurut kelompok kami?
4. Bagaimanakah saran dan kesimpulan partai politik menurut kelompok kami?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Definisi Partai Politik
Dalam buku Dasar-Dasar
Ilmu Politik (404:2008), Friedrich menyatakan, partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan
tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintah bagi pimpinan
partainya dan berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota partainya
kemanfaatan yang bersifat idiil serta materil.
Menurut
Sigmund Neumann, partai politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis politik
yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintah serta merebut dukungan
rakyat melalui persaingan dengan suatu golongan atau golongan lain yang
mempunyai pandangan berbeda.
Menurut Soltau, partai politik merupakan sekelompok warganegara yang sedikit banyak diorganisir secara ketat, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan yang bertujuan menguasai pemerintahan serta melaksanakan kebijaksanaan umum mereka.
Dalam buku Pendidikan Demokrasi (59:2007), Mark N. Hogopain menyatakan partai politik adalah suatu organisasi yang dibentuk untuk mempengaruhi bentuk dan karakter kebijakan publik dalam kerangka prinsip-prinsip dan kepentingan ideologis tertentu.
Menurut Undang-undang No. 31/2002 yang merupakan penyempurnaan dari Undang-undang No. 2/1999 (Indonesia), partai politik adalah organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa dan negara melalui pemilihan umum.
Menurut Soltau, partai politik merupakan sekelompok warganegara yang sedikit banyak diorganisir secara ketat, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan yang bertujuan menguasai pemerintahan serta melaksanakan kebijaksanaan umum mereka.
Dalam buku Pendidikan Demokrasi (59:2007), Mark N. Hogopain menyatakan partai politik adalah suatu organisasi yang dibentuk untuk mempengaruhi bentuk dan karakter kebijakan publik dalam kerangka prinsip-prinsip dan kepentingan ideologis tertentu.
Menurut Undang-undang No. 31/2002 yang merupakan penyempurnaan dari Undang-undang No. 2/1999 (Indonesia), partai politik adalah organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa dan negara melalui pemilihan umum.
Jadi,
secara umum partai politik didefinisikan sebagai suatu kelompok terorganisir
yang anggota-anggotanya memiliki orientasi, nilai, dan tujuan yang sama.
Kelompok ini bertujuan untuk mendapatkan kekuasaan dan kedudukan politik.
2.2 Fungsi Partai Politik
Fungsi utama partai politik adalah mencari dan mempertahankan
kekuasaan guna mewujudkan program-program yang berdasarkan ideology tertentu.
Ada pandangan yang berbeda secara mendasar mengenai partai politik di Negara
yang demokratis dan di negara yang otoriter. Perbedaan pandangan tersebut
berimplikasi pada pelaksanan tugas atau fungsi partai di masing-masing Negara.
Di Negara demokrasi partai relative dapat menjalankan fungsinya sesuai dengan
harkatnya pada saat kelahirannya, yakni menjadi wahana bagi warga Negara untuk
berpartisipasi dalam mengelolah kehidupan bernegara dan memperjuangkan
kepentingannya dihadapan penguasa. Sebaliknya di Negara otoriter, partai tidak
dapat menunjukkan harkatnya, tetepi lebih bahwa menjalankan kehendak penguasa.
2.2.1 Fungsi di Negara Demokrasi
A. Sebagai Sarana Komunikasi Politik
Di masyarakat modern yang luas dan kompeks, banyak ragam
pendapat dan aspirasi yang berkembang. Pandapat atau aspirasi seseorang atau
suatu kelompok yang hilang tak berbekas seperti suara di padang pasir, apabila
tidak ditampung dan di gabung dengan pendapat atau aspirasi orang lain yang
senada. Proses ini dinamakan penggabungan kepentingan (interest aggregation).
Sesudah digabungkan, pendapat dan aspirasi tadi di olah dan dirumuskan dalam
bentuk yang lebih teratur. Proses ini dinamakan perumusan kepentingan (interest
articulation).
Seandainya tidak ada yang mengagregasi dan mengartikulasi, niscaya pendapat atau aspirasi tersebut akan simpang siur dan saling berbenturan, sedangkan dengan agregasi dan artikulasi kepentingan kesimpang siuran dan benturan dikurangi. Agregasi dan artikulasi itulah salah satu fungsi komunikasi partai politik.
Seandainya tidak ada yang mengagregasi dan mengartikulasi, niscaya pendapat atau aspirasi tersebut akan simpang siur dan saling berbenturan, sedangkan dengan agregasi dan artikulasi kepentingan kesimpang siuran dan benturan dikurangi. Agregasi dan artikulasi itulah salah satu fungsi komunikasi partai politik.
Setelah itu partai politik merumuskannya menjadi usul
kebijakann. Usul kebijakan ini dimasukkan ke dalam progam atau platform partai
(goal formulation) untuk diperjuangkan atau di sampaikan melalui parlemen
kepada pemerintah agar dijadikan kebijakan umum (public policy). Demikianlah
tuntutan dan kepentingan masyarakat disampaikan kepada pemerintah melalui
partai politik.
Menurut Sigmund Neumann dalam hubungannya dengan komunikasi
politik, partai politik merupakan perantara yang besar yang menghubungkan
kekuatan-kekuatan dan ideology sosial dengan lembaga pemerintah yang resmi dan
yang mengaitkannya dengan aksi politik di dalam masyarakat politik yang lebih
luas[1]
B. Sebagai Sarana Sosialisasi Politik
Dalam ilmu politik diartikan sebagai suatu proses yang
melaluinya seseorang memperoleh sikap dan orientasi tehadap fenomena politik
yang umumnya berlaku dalam masyarakat di mana ia berada. Ia adalah bagian dai
proses yang menentukan sikap politik seseorang, misalnya mengenai nasionalisme,
kelas sosial, suku bangsa, ideology, hak dan kewajiban
Dimensi lain dari sosialisasi politik adalah sebagai proses
yang melaluinya masyarakat menyampaikan “budaya politik” yaitu norma-norma dan
nilai-nilai, dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dengan demikian
sosialisasi politik merupakan factor yang penting dalam terbentuknya budaya pilitik
(political culture) suatu bangsa
Suatu
definisi yang dirumuskan oleh seorang ahli sosiologi politik M. Rush (1992) :
Sosialisasi politik adalah proses yang melaluinya orang dalam masyarakat tertentu belajar mengenali system politiknya. Proses ini sedikit banyak menentukan persepsi dan reaksi mereka terhadap fenomena politik (political socialization may be depined is the prosess by which individuals in a given society become acquainted with the political system and which to a certain degree determines their perceptions and their reactions to political phenomena).
Sosialisasi politik adalah proses yang melaluinya orang dalam masyarakat tertentu belajar mengenali system politiknya. Proses ini sedikit banyak menentukan persepsi dan reaksi mereka terhadap fenomena politik (political socialization may be depined is the prosess by which individuals in a given society become acquainted with the political system and which to a certain degree determines their perceptions and their reactions to political phenomena).
C. Sebagai Sarana Rekrutmen Politik[2]
Fungsi ini berkaitan erat dengan masalah seleksi
kepemimpinan, baik kepemimpinan internal partai maupun kepemimpinan nasional
yang lebih luas. Untuk kepentingan internalnya, setiap partai butuh kader-kader
yang berkualitas, karena hanya dengan kader yang demikian ia dapat menjadi
partai yang mempunyai kesempatan lebih besar untuk mengembangkan diri. Dengan
mempunyai kader-kader yang baik, partai tidak akan sulit menentukan pimpinannya
sendiri dan mempunyai peluang untuk mengajukan calon untuk masuk ke bursa
kepemimpinan nasional.
D. Sebagai Sarana Pengatur Konflik (Conflict Management)
Potensi konflik selalu ada di setiap masyarakat, apalagi di masyarakat
yang bersifat heterogen, apakah dari segi etnis (suku bangsa), social-ekonomi,
ataupun agama. Setiap perbedaan tersebut menyimpan potensi konflik. Apabila
keanekaragaman itu terjadi di Negara yang menganut paham demokrasi, persaingan
dan perbedaan pendapat dianggap hal yang wajar dan mendapat tempat. Akan tetapi
di dalam Negara yang heterogen sifatnya, potensi pertentangan lebih besar dan
dengan mudah mengundang konflik.
Disini
paran partai diperlukan untuk membantu mengatasinya, atau sekurang-kurangnya
dapat diatur sedemikian rupa sehingga akibat negatifnya dapat ditekan seminimal
mungkin. Elite partai dapat menumbuhkan pengertian di antara mereka dan
bersamaan dengan itu juga meyakinkan pendukungnya.
Pada tataran yang lain dapat dilihat pendapat dari ahli yang
lain, Arend Lijphart (1968). Menurut Lijphart: Perbedaan-perbedaan atau
perpecahan ditingkat massa bawah dapat diatasi oleh kerja sama diatara
elite-elite politik. (Segmented or subcultural cleavegas at the mass level
could be overcome by elite cooperation). [3]
E. Sebagai Kontrol Politik
Control politik ialah kegiatan untuk
menunjukkan kesalahan, kelemahan, dan penyimpangan dalam isi suatu kebijakan
atau dalam pelaksanaan kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah.
Dalam melakukan suatu control politik atau pengawasan, harus ada tolak
ukur yang jelas sehingga kegiatan itu
bersifat relative objektif.
Tolok ukur control politik berupa
nilai-nilai politik yang dianggap ideal dan baik (Iideologi) yang dijabarkan
oleh kedalam kebijakan atau perturan perundang-undangan). Dalam melaksanakan
fungsi control politik, partai politik harus menggunakan tolak ukur tersebut,
sebab tolak itu pada dasarnya merupakan hasil kesepakatan utama sehingga
seharusnya menjadi pegangan bersama. Dalam system cabinet parlementer, control
yang dilakukan oleh partai politik oposisi terhadap kebijakan partai yang
memerintah dapat menjatuhkan partai yang berkuasa apabila mosi tidak percaya
(karena pemerintah sulit member penjelasan yang memuaskan terhadap isi control
politik oposisi) mendapatkan dukungan mayoritas dari parlemen.
Berdasarkan kenyataan tidak semua
fungsi dilaksanakan dalam porsi dan tingkat keberhasilan yang sama. Hal ini tidak hanya bergantung pada system
politik yang menjadi konteks yang melingkupi partai politik tetapi juga
ditentukan oleh factor lain. Di antara factor itu berupa tingkat dukungan yang
diberikan anggota masyarakat terhadap partai politik (berakar tidaknya partai
dalam masyarakat), dan tingkat kelembagaan partai yang dapat diukur dari segi
kemampuan adaptasi, kompleksitas organisasi, otonomi, dan kesatuannya.
2.2.2 Fungsi di Negara Otoriter
Menurut paham komunis, sifat dan tujuan partai politik
bergantung pada situasi apakah parati komunis berkuasa di Negara di mana partai
komunis tidak berkuasa, partai-partai politik lain dianggap sebagai mewakili
kepentingan kelas tertentu yang tidak dapat bekerja untuk kepentingan umum.
Dalam situasi seperti itu, partai komunis akan mempergunakan setiap kesempatan
dan fasilitas yang tersedia (seperti yang banyak terdapat di Negara-negara demokrasi)
untuk untuk mencari dukungan seluas-luasnya. Partai ini menjadi paling efektif
di Negara yang pemerintahannya lemah dan yang rakyatnya kurang bersatu.[4]
Akibat karakter nya yang demikian, partai komunis sering
dicurigai dan dibeberapa Negara bahkan dilarang. Akan tetapi tindakan semacam
itu juga ada bahayanya. Sebab dalam keadaan seperti itu partai akan bergerak di
bawah tanah, sehingga justru sukar diawasi. Apabila tidak menemukan jalan untuk
merebut kekasaan, partai akan mencoba mencapai tujuannya melalui kerja sama
dengan partai-partai lain dengan mendirikan Front Rakyat atau Front Nasional
(popular front tactics)
2.2.3 Fungsi di Negara-negara
Berkembang
Dinegara-negara berkembang keadaan politik sangat berbeda
satu sama lain. Partai-partai politik umumnya lemah organisasinya dan jarang
memiliki dukungan massa yang luas dan kukuh.partai politik berhdapan dengan
berbagai masalah seperti kemiskinan, terbatasnya kesempatan kerja, pembagaian
pendapatan yang timpang dan tingkat buta huruf yang tinggi.
Di
beberapa Negara fungsi yang agak sukar dilaksanakan ialah sebagai jembatan
antara “yang memerintah” dan “yang Diperintah”. Sering golongan pertama banyak
orang kaya, sedangkan golongan yang “diperintah” banyak mecakup orang
miskin.dengan demikian jurang di antara kedua belah pihak sukar
dijembatani.masalah seperti ini dapat mengalihkan perhatian, jauh dari usaha
mengatasi masalah kemiskinan dan masalah-masalah pembangunan lainnya yang
menjadi sasaran utama dalam masyarakat-masyarakat berkembang.
Satu peran yang sangat diharapkan dari partai politik adalah
sebagai sarana untuk meperkembangkan integrasi nasional dan memupuk identitas
nasional. Akan Tetapi pengalaman dibeberapa negara menunjukkan bahwa partai
politik sering tidak mampu membina integrasi, akan tetapi malah menimbulkan
pengotaan dan pertentangan yang mengeras.
Karena pengalaman tersebut diatas, banyak kritik telah dilontarkan kepada partai-partai politik, dan bebrapa alternatif telah diikhtiarkan. Salah satu jalan keluar diusahakan dengan jalan meniadakan partai sama sekali.
Karena pengalaman tersebut diatas, banyak kritik telah dilontarkan kepada partai-partai politik, dan bebrapa alternatif telah diikhtiarkan. Salah satu jalan keluar diusahakan dengan jalan meniadakan partai sama sekali.
2.3 Tipologi Partai Politik
Tipologi partai politik adalah pengklasifikasian berbagai
partai politik berdasarkan kriteria tertentu, seperti asas dan orientassi,
komposisi dan fungsi anggota, basis social dan tujuan.[5]
2.3.1. Asas dan Orientasi
2.3.1. Asas dan Orientasi
Berdasarkan asas dan orientasinya, partai politik
diklasifikasikan menjadi 3 tipe. Yaitu:
1. Partai Polritik Pragmatis
1. Partai Polritik Pragmatis
2. Partai Politik Doktriner
3. Partai Politik Kepentingan.
1. Partai Politik Pragmatis
Yaitu suatu partai yang mempunyai program dan kegiatan yang
tak terikat kaku pada satu doktrin dan ideology tertentu. Artinya, perubahan
waktu,situasi,dan kepemimpinan akan juga mengubah program,kegiatan,dan
penampilan partai politik pragmatis cendrung merupakan cerminan dari
program-program yang disusun oleh pemimpin utamanya dan gaya kepemimpinan sang
pemimpin. Partai democrat dan partai Republik Di Amerika Serikat merupakan
contoh partai pragmatis.
2.
Partai Politik Doktriner
Yaitu suatu partai politik yang memiliki sejumlah program
dan kegiatan konkret sebagai penjabaran ideology. Ideology yang dimaksud adalah
seperangkat nilai politik yang dirumuskan secara konkret dan sistematis daalam
bentuk program-program kegiatan yang pelaaksanaanya diawasi secara ketat oleh
aparat partai. Partai Komunis dimana saja merupakan contoh Partai Doktriner.
3. Partai Politik Kepentingan.
3. Partai Politik Kepentingan.
Yaitu partai politik yang dibentuk dan dikelola atas dasar
kepentingan tertentu, seperti petani,buruh,etnis,agama,atau lingkungan hidup
yang secaara langsung ingin berpartisipasi dalam pemerintahan. Partai Hijau di
Jerman, Partai Buruh di Australia, dan Partai Petani Di Swiss.
2.3.2 Komposisi dan Fungsi Anggota
2.3.2 Komposisi dan Fungsi Anggota
Menurut komposisi dan fungsi anggotanya, partai politik
dapat digolongkan menjadi dua, yaitu partai massa dan partai kader.
1.
Partai Massa
Partai politik yang mengandalkan kekuatan pada keunggulan
jumlah anggota dengan cara memobilisasi massa sebanyak-banyaknya,sehingga
pemilihan umum dapat dengan mudah dimenangkan.
2. Partai Kader
2. Partai Kader
Partai
yang mengandalkan kualitas anggota, ketaatan organisasi, dan disiplin anggota
sebagai sumber kekuatan utama[6]
2.3.3. Basis Sosial dan Tujuan
Almond menggolongkan partai politik berdasarkan basis social
dan tujuannya.
Menurut basis sosialnya, partai politik dibagi menjadi 4 tipe. Yaitu:
Menurut basis sosialnya, partai politik dibagi menjadi 4 tipe. Yaitu:
1.
Partai politik yang beranggotakan lapisan-lapisan social dalam masyarakat
2.
Partai politik berasal dari kalangan kelompok kepentingan
3.
Partai politik yang berasal dari pemeluk agama tertentu
4.
Partai politik yang anggota-anggotanya berasal dari kelompok budaya tertentu.
Berdasarkan
tujuan, partai politik dibagi menjadi tiga. Yaitu :
1.
Partai Perwakilan Kelompok
2.
Partai Pembinaan Bangsa
3.
Partai Mobilisasi.
2.4 Klasifikasi Sistem Kepartaian
2.4.1 Sistem Partai-Tunggal
Sistem
yang dipakai oleh Negara baru merdeka,Negara multi etnis,dan Negara
Komunis.Tujuannya adalah untuk menghindari terjadinya gejolak-gejolak sosial
politik yang menghambat usaha-usaha pembangunan atau untuk mengintegrasikan
aneka golongan yang ada dalam suatu Negara.
2.4.2 Sistem Dwi-Partai
Sistem
ini diartikan bahwa dalam suatu Negara menganut dua partai pilitik.Partai ini
dibagi kedalam dua partai yaitu partai yang berkuasa(pemenang pemilu) dan
partai yang tidak berkuasa(kalah dalam pemilu)
2.4.3 Sistem Multi-Partai
Dalam
system ini tidak ada partai politik yang memiliki suara mayoritas di
parlemen,oleh karenanya harus melakukan koalisis agar pemerintahan dapat
berjalan dengan stabil sehingga harus selalu mengutamakan musyawarah dan kompromi.
[7]
2.5 Analisis Konflik
Analisis dari
peran dan fungsi partai politik dapat menggunakan teori konflik Clifford
Geertz,yang menyatakan bahwa konflik politik disebabkan oleh ikatan
primordialisme yang mengalami percampuran antara kesetiaan politik dengan
kesetiaan primordial. Sebuah ikatan primordial dapat membentuk sentimen dan
loyalitas primordial yang menghasilkan solidaritas yang kuat antar kelompok.
Solidaritas dalam kelompok primordial menghasilkan fanatisme yakni kesetiaan
yang kuat kepada kelompok. Fanatisme ini dapat memperkuat integrasi kelompok,
namun juga mempermudah terjadinya konflik dengan kelompok lain. Sikap seperti
inilah yang sering dimanfaatkan di kancah perpolitikan.Namun fanatisme atau
kesetiaan ini bersifat tidak kekal,hanya bersifat sementara.Seharusnya kesetian
pada partai politik didasarkan pada kualitasnya namun apabila fanatisme pada
suatu parpol bercampur dengan primordialisme, maka fanatisme atau kesetiaan
tersebut akan sulit diubah.Hal ini menyebabkan sulitnya pengawasan terhadap
seorang yang berkuasa,karena baik ataupun buruk tetap saja dianggap baik oleh
para pengikutnya.
James Scott dengan teori
patron-klien Sekelompok informal figure yang berkuasa(patron) dan memiliki
posisi memberikan rasa aman,pengaruh atau keduanya sebagai imbalan, pengikutnya
(klien) memberikan loyalitas dan bantuan pribadi kepada patronya dalam kondisi
apa pun,baik patronya dalam keadaan benar ataupun salah.
Dengan menggunakan perpaduan
antara teori C.Geertz dengan teori J.Scott diatas,dapat dilihat bahwa
penyimpangan peran dan fungsi partai politik yang terjadi karena adanya
perselisihan antara pasangan yang satu dengan pasangan yang lainnya.Kedua
pasangan tersebut dibela oleh para pendukungnya(klien).Klien dari keduanya akan
membela masing-masing partai politiknya semaksimal mungkin, dengan kata lain
massa pendukung kedua kubu akan terus mendukung patron-nya masing-masing apapun
kondisi patron-nya dalam keadaan benar ataupun dalam keadaan salah.Berdasarkan
analisis tersebut,dapat dilihat bahwa konflik ini bersifat top-down, Artinya
konflik yang terjadi di kalangan atas (patron) akan turun ke masyarakat luas
(klien). Konflik dikalangan masyarakat bawah akan sulit terjadi jika pada
kalangan atas tidak terjadi konflik dan konflik akan segera hilang jika para
patron sudah melakukan konsensus. Dengan begitu salah satu cara untuk
mengakhiri konflik adalah dengan cara top-down juga.
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Secara umum kita dapat mendefinisikan bahwa parai politik
adalah suatu kelompok yang teroganisir yang anggota-anggotanya mempunyai sebuah
orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah
memperoleh sebuah kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik yang biasanya
di raih lewat konstitusional untuk melakukan kebijakan-kebijakan dalam mencapai
tujuan mereka
Perlu diterangkan bahwa partai politik sangat berbeda dengan
gerakan dan berbeda juga dengan kelompok
penekan atau istilah yang lebih banyak digunakan pada dewasa ini yang memang
memperjuangkan suatu kepentingan kelompok, atau memang ingin melakukan
perubahan terhadap paradigma masyarakat kearah yang lebih baik.
partai politik juga memiliki fungsi sebagai berikut :
1.
partai politik sebagai sarana komunikasi politik
2.
partai politik sebagai sarana sosialisasi politik
3.
partai politik sebagai sarana rekruitmen politik
4.
partai politik sebagai sarana untuk mengatur konflik (conflict manajemen)
5.partai
politik sebagai kontrol politik
3.2.Saran
Untuk tetap memperbaiki citra partai politik sebagai
institusi demokrasi, tentu partai politik lebih maksimal memikirkan nasib
masyarakat ketimbang memperebutkan kursi kekuasaan. Sedangkan dalam konteks
konflik internal partai politik, meminimalisir mungkin adanya sikap politik
yang bisa merusak citra partai politik itu sendiri, tetap membuka adanya ruang
bagi kedua pihak yang bertikai untuk melakukan komunikasi politik yang lebih sehat
dan lebih konsisten pada aturan main organisasi.
DAFTAR PUSTAKA
AMAL,Ichlasul.,Teori-Teori Mutakhir Partai Politik, (Yogyakarta:Tiara
Wacana, 1996
BUDIARJO,Mariam.,Partisipasi dan Partai Politik:Sebuah Bunga
Rampai,(Jakarta: Gramedia,1982)
__________.Dasar-Dasar Ilmu Politk. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 2008.)
__________.Dasar-Dasar Ilmu Politk. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 2008.)
KARIM,Rusli.,Perjalanan Partai Politik Di Indonesia,(Jakarta:
Rajawali Pers 1993)
SURBAKTI,
Ramlan.,Memahami Ilmu Poltik, (Jakarta:
Grasindo 1992)
DUVENGER,Maurice.,Partai politik dan kelompok-kelompok penekan,(Yogyakarta:
Bina Aksara 1994)
SITEPU,P
Anthonius.,Teori-teori Politik,(Yogyakarta:Graha
ilmu 2012)
[1] Sigmun Neumann”Modern Political
Parties”,hlm.352
[2] M.Rush,Politic and society: An
introduction to Political Sociology(Hemel Hempstead:Harvest
Wheatsheap,1992),hlm.92
[3]
Arend Lijphart,Electoral System and Party Systems,ed ke-2(Oxford:Oxford
University press,1995).
[4]
Gwendolen M.Carter dan John H.Herz.Goverment and Politics in the Twentieth
Century (New York: Friederik A. Praeger,1965),hlm.111
[5] Maurice Duverger,Partai politik
dan kelompok penekan,hlm.6
[6]
Maurice Duverger,Partai politik dan kelompok penekan,hlm 12
[7] M.Budiarjo,Dasar-Dasar
Ilmu Politik,hlm 415