Tuesday, April 24, 2012

Review buku Pembangunan politik ne

Nota patrit k.Halawa(110906052)
ILMU POLITIK
Judul Buku : Pembangunan Politik dalam Negeri Indonesia
Penulis : H.AMIRMACHMUD
Penerbit : PT.Gramedia, Jakarta
Cetakan : kedua, November 1987
Tebal : xvi + 238 halaman
Rangkaian kemelut politik menjelang tahun 1966 telah memberikan makna yang dalam kepada para tokoh pengelola orde baru sehingga mereka sampai kepada suatu kesimpulan yang mereka yakini sepenuhnya,yaitu pembangunan nasional,termasuk pembangunan politik sebagai bagian integralnya. Hal ini tidak mungkin dilaksanakan dengan baik tanpa kehadiran dan terpeliharanya kestabilan politik. Semenjak lahirnya orde Baru para tokoh pengelola orde baru tampak memperlihatkan kesetian mereka terhadap keyakinan yang demikian itu.
Jenderal(Purn) H.AMIRMACHMUD sebagai penulis buku ini merupakan tokoh pengelola orde baru dimana beliau menjabat sebagai ketua MPR/DPR R.I.,termasuk seorang tokoh utama dalam proses pembangunan politik pada zaman orde baru.Dalam kedudukannya sebagai Menteri Dalam Negeri selama belasan tahun,beliau barada dalam lingkaran inti yang menggerakan dan mengarahkan prose situ. H.AMIRMACHMUD yang juga sebagai penulis buku ini begitu penting dalam pembangunan politik di era orde baru.Seseorang tidak mungkin memahami proses perkembangan pembangunan politik di Indonesia di Zaman orde baru secara wajar dan mendalam tanpa mempelajari dan meneliti pemikiran,sikap,dan tingkah laku politiknya sebagai salah seorang tokoh kuncinya.
Dalam bukunya,penulis mengartikan pembangunan politik menjadi empat bagian.Pertama,sikap dasar mengenai pola politik,dengan kesadaran berpolitik demokrasi gaya barat,demokrasi terpimpin dan slogan-slogan lantang bahwa revolusi belum selesai tidak menyelesaikan masalah. Oleh karna itu diperlukan sikap bahwa pada hakikatnya bangsa Indonesia tidak dapat menerapkan pola politik bangsa lain kepada bangsa Indonesia walaupun dinegara lain telah berhasil.Kedua,Pembangunan politk dan perubahan-perubahan yang diakibatkanya.oleh sebab itu pembangunan politik haruslah berdasarkan UUD 1945.ketiga,Gagasan sikap dasar dan cara mencapai tujuan harusla berlandaskan pancasila sebagaimana menjadi ideologi bangsa Indonesia
keempat,Aspek-aspek pembangunan politik yaitu,pembangunan politik sebagai prasyarat politik pembangunan ekonomi,sebagai modernisasi politik,usaha untuk mewujudkan Negara kebangsaan,sebagai pembangunan administrasi dan hukum,mobilitas massa,pembinaan demokrasi,dan stabilitas.
Penulis juga menyadari bahwa pembangunan politik Negara Indonesia adalah bagian dari pembangunan nasional.Oleh karna itu harus memperhatikan aspek ekonomi sosial budaya masyarakat umum yang berlandaskan pancasila,UUD 1945 dan Garis-garis Besar Haluan Negara.
Salah satu kebijakan yang diungkakpkan penulis dalam pembangunan politik adalah penerangan dan pers atas dasar Tap MPR II/MPR/1983 “Dalam rangka mensukseskan pembangunan nasional perlu ditingkatkan penerangan dan peranan media massa”.Namun pertanyaannya, apakah  peranan pers masa Orde Baru sesuai dengan Tap MPR ini ?
Pers masa Orde Baru…
[1]“Pada awal kekuasaan orde baru, Indonesia dijanjikan akan keterbukaan serta kebebasan dalam berpendapat. Masyarakat saat itu bersuka-cita menyambut pemerintahan Soeharto yang diharapkan akan mengubah keterpurukan pemerintahan orde lama. Pemerintah pada saat itu harus melakukan pemulihan di segala aspek, antara lain aspek ekonomi, politik, social, budaya, dan psikologis rakyat. Indonesia mulai bangkit sedikit demi sedikit, bahkan perkembangan ekonomi pun semakin pesat. Namun sangat tragis, bagi dunia pers di Indonesia. Dunia pers yang seharusnya bersuka cita menyambut kebebasan pada masa orde baru, malah sebaliknya. Pers mendapat berbagai tekanan dari pemerintah. Tidak ada kebebasan dalam menerbitkan berita-berita miring seputar pemerintah. Bila ada maka media massa tersebut akan mendapatkan peringatan keras dari pemerintah yang tentunya akan mengancam penerbitannya”
[2]“Pada masa orde baru pers Indonesia disebut sebagai pers pancasila. Cirinya adalah bebas dan bertanggungjawab”. (Tebba, 2005 : 22). Namun pada kenyataannya tidak ada kebebasan sama sekali, bahkan yang ada malah pembredelan
Tanggal 21 Juni 1994, beberapa media massa seperti Tempo, deTIK, dan editor dicabut surat izin penerbitannya atau dengan kata lain dibredel setelah mereka mengeluarkan laporan investigasi tentang berbagai masalah penyelewengan oleh pejabat-pejabat Negara”.


Berdasarkan kejadian sosial diatas,ini  menyatakan bahwa  peranan pers sebagaimana dipaparkan oleh penulis tidaklah berjalan sebagaimana mestinya dalam membantu pembangunan politik Negara Indonesia era Orde Baru.Dewan pers hanyalah formalitas semata Dewan Pers bukannya melindungi sesama rekan jurnalisnya, malah menjadi anak buah dari pemerintah Orde Baru. Hal itu terlihat jelas ketika pembredelan 1994, banyak anggota dari dewan pers yang tidak menyetujui pembredelan. Meskipun dewan pers menolak pembredelan, tetap saja pembredelan dilaksanakan. Menolak berarti melawan pemerintah. Berarti benar bahwa dewan pers hanya formalitas saja.Kejadian ini telah melanggar UUD 1945 Pasal 28 tentang kebebasan berserikat, berkumpul dan berpendapat.Sebagai mana dipaparkan penulis dalam bukunya dimana pembangunan politik Indonesia berlandaskan UUD 1945.
Tak ada demokrasi tanpa kebebasan berpendapat. Kebebasan berpendapat merupakan salah satu hak paling mendasar dalam kehidupan bernegara. Sesuai Prinsip Hukum dan Demokrasi, bahwa perlindungan hukum dan kepastian hukum dalam menegakkan hukum perlu ada keterbukaan dan pelibatan peran serta masyarakat. Untuk itu, kebebasan pers, hak wartawan dalam menjalankan fungsi mencari dan menyebarkan informasi harus dipenuhi, dihormati, dan dilindungi.Dapat disimpulkan bahwa peranan pers untuk mendukung Pembangunan Politik sebagaimana dipaparkan penulis,tidak berjalan semestinya,pers malah  kehilangan jati dirinya pada masa Orde Baru.


[1] http://fisip.uns.ac.id/blog/woro/2011/06/19/pers-dalam-masa-orde-baru/
[2] http://poetramember.blogspot.com/2009/02/pers-pada-masa-orba_06.html

No comments:

Post a Comment